Teman-teman Manusia Ajaib pasti resah dengan makin panasnya suhu di Indonesia. Terlebih lagi jika sudah di musim panas -,- . Bisa mati kepanasan kita. Ini nih sedikit info dampak dari Global Warming . . . . Lanjut ?
Raibnya Pulau
Suhu rata-rata bumi kita dewasa ini sudah bertambah panas 0,5 derajat celcius dibandingkan dengan bumi pada abad yang silam. Para ilmuan dan pakar lingkungan telah memperhitungkan, bila kecenderumah produksi dan pengeluaran gas-gas seperti Karbondioksida (C0
2), Metan (CH
4), Nitratoksida (N
20), dan Cholorofluorokarbon (CFC) berlangsung terus menerus seperti sekarang, temperatur gelobal rata-rata akan meningkat lagi dengan1,5 derajat sampai 4,5 derajat Celsius.
Akibat ikutannya, glaser dan gunung es Antartika akan mencair yang berarti akan mempertinggi permukaan air laut. Perhitungan dengan menggunakan model komputer menghasilkan penambahan tinggi permukaan laut antara 1 sampai 5 meter pada akhir abad mendatang. Tak terbayangkan betapa ngerinya musibah yang akan menimpa negara-negara seperti kepulauan Seychelles, Bangladesh, Guyana, dan pulau-pulau di Samudra Pasifik lainnya.
Job Jacobson dari Worldwatch Institute memperkirakan menaikan permukaan air laut setnggi 1 meter saja akan berpengaruh besar terhadap garis pantai sepanjang 360.000 km dan akan menciptakan pengunsian sejumlah lebih dari 50 juta orang (Panoscope, November 1990:20)
Temperatur yang makin panas mengakibatkan pula sekakin keringnya tanah dan kekeringan itu akan berdampak negatif pada hasil produksi pertanian. Tidak kalah parahnya adalah akibat terhadap perikanan yang merupakan pemasok atau sumber protein kelima di dunia. Perubahan tempelratur, salinitas, tubulensi, dan perubahan arus yang terjadi akan mengacaukan siklus penangkaran ikan, tidak menutup kemungkunan musnahnya berbagai jenis ikan tertentu yang tidak bisa beradaptasi dengan perubahan iklim.
Ironisnya kebanyakan jasad hidup pembawa virus dan berbagai penyakit berbahawa justru lebih bisa bertahan hidup dan beranak-pinakdengan cepat di dalam udara yang panas. Berarti pemanasan global akan berimplikasi pada kesehatan manusia, yang makin terancam dengan merajalelanya virus berbahaya.
Meningkatnya kualitas air laut akan menyebabkan semakin besarnya penguapan air, yang berarti bertambah pekatnya awan. Panas bumi jadi bertambah meningkat lagi, dan besar kemungkinan pola arus anginnya juga akan semakin berubah. Kosekuensi perubahan itu akan menimpa pola bercocok tanam dan perikanan, yang sulit digambarkan penyesuainnya oleh masyarakat petani dan nelayan.
Bukti ilmiah yang nyata tentang dampak negatif pemanasan global memang belum bisa dikemukakan secara empiris, namun kita tidak seyogyanya lantas duduk dan menunggu saja. Kalo demikian kita pasti akan terlambat untuk mencegahnya atau palingtidak harus mengeluarkan biaya yang terlau besar untuk memperbaikinya.
Ingat kasus pencemaran logam berat di Minamata Jepang harus selalu dikenang sebagai peringatan agar kita tidak melakukan kesalahan serupa untuk kesekian kalinya.
Penyakit Minamata atau Sindrom Minamata adalah sindrom kelainan fungsi saraf yang disebabkan oleh keracunan akut air raksa. Gejala-gejala sindrom ini seperti kesemutan pada kaki dan tangan, lemas-lemas, penyempitan sudut pandang dan degradasi kemampuan berbicara dan pendengaran. Pada tingkatan akut, gejala ini biasanya memburuk disertai dengan kelumpuhan, kegilaan, jatuh koma dan akhirnya mati. Penyakit ini mendapat namanya dari kota Minamata, Prefektur Kumamoto di Jepang, yang merupakan daerah di mana penyakit ini mewabah mulai tahun 1958. Pada waktu itu terjadi masalah wabah penyakit di kota Mintamana Jepang. Ratusan orang mati akitbat penyakit yang aneh dengan gejala kelumpuhan syaraf. Mengetahui hal tersebut, para ahli kesehatan menemukan masalah yang harus segera di amati dan di cari penyebabnya. Melalui pengamatan yang mendalam tentang gejala penyakit dan kebiasaan orang jepang, termasuk pola makan kemudian diambil suatu hipotesis. Hipotesisnya adalah bahwa penyakit tersebut mirip orang yang keracunan logam berat. Kemudian dari kebudayaan setempat diketahui bahwa orang Jepang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi ikan laut dalam jumlah banyak. Dari hipotesis dan kebiasaan pola makan tesebut kemudian dilakukan eksperimen untuk mengetahui apakah ikan-ikan di Teluk Minamata banyak mengandung logam berat (merkuri). Kendian di susun teori bahwa penyakit tesebut diakibatkan oleh keracunan logam merkuri yang terkandung pada ikan. Ikan tesebut mengandung merkuri akibat adanya orang atau pabrik yang membuang merkuri ke laut. Penelitian berlanjut dan akihirnya ditemukan bahwa sumber merkuri berasal dar pabrik batu baterai Chisso. Akhirnya pabrik tersebut ditutup dan harus membayar kerugian kepada penduduk Minamata kurang lebih dari 26,6 juta dolar.
Rumah kaca
Pemberian istilah gas rumah kaca (
greenhouse effect) didasarkan pada kemiripan antara proses pemanasan global pada bumi kita ini dengan proses yang berlangsung pada rumah kaca. Lembaran atau lempengan kaca pada suatu
greenhouse effect, memungkinkan cahaya sinar matahari masuk, menerangi dan menghangatkan urada di dalam, tetapi sekaligusjuga menangkap atau mencegah energi dalam upaya tidak lepas keluar. Dengan demikian temperatur di dalam rumah kaca lebih tinggi dibandingkan bila tidak ada lapisan kacanya.
Nah gas-gas rumah kaca di atmosfir kita, seperti C0
2, CH
4, N
20, dan CFC memerankan mirip dengan lempengan kaca itu. Gas rumah kaca yang paling dominan memang karbondioksida (C0
2) yang terjadi secara ilmiah dan sangat berperan dalam sistem biologis dalam dunia kita. Tampa kehadirannya bumi ini akan dingin 33 derajat celsius dan tidak akan tertanggungkan oleh manusia. Masalah timbul dengan berlebihannya C0
2 karena pembakaran hutan, pembakaran bahan bakar fosil dan lain-lainnya.
Nitratoksida (N
20) yang dikenal sebagai gas ketawa (
laughing gas) juga terjadi secara ilmiah akibat pembakaran biomassa bahan bakar fosil dan pengunaan pupuk kimia. Gas rumah kaca yang lain adalah gas Metan (CH
4) yang merupakan komponen utama gas alam dan yang dihasilkan oleh keberadaan rawa-rawa, persawahan serta sistem pencernaan hewan.
Lubang Ozon
Selain gas rumah kaca yang terjadi secara ilmiah, terdapay juga gas yang diproduksi oleh manusia, yang disebut dengan Cholorofluorokarbon (CFC). Gas CFC tersebut dihasilkan dan digunakan untuk perlengkapan pendidikan, khususnya pada lemari es dan AC (rumah dan kantor). Kalo pengaruh atau kosentrasi per molekul gas N
20 hanya 20 kali lipat gas C0
2, pengaruh dari CFC berlipat sampai 10.000 s/d 15.000 kali lipat dengan C0
2.
Disamping pengaruh begitu kuat terhadap timbulnya efek rumah kaca, gas CFC terbukti menjadi penyebab utama menipisnya lapisan ozon yang bahkan menimbulkan lubang ozon antara lain diatas Antartika. Lapisan ozon yang berada di ketinggian 35 km itu sangat penting karena fungsinya sebagai penangkal radiasi ultraviolet dari matahari. Dengan menipis dan berlubangnya lapisan ozon, tak pelak lagi memunculkan bahaya radiasi ultraviolet yang sangat panas.
Upaya untuk mengganti gas-gas CFC dan gas-gas lain yang menyebabkan makin menipisnya lapisan ozon sebetulnya sudah dilakuakan, namun sayang sekali gas-gas pengganti yang disulkan seperti Hidrofluorokarbon (HFC) atau hydrochlor- fluorokarbon (HCFC) memang tidak menggang lapisan ozon, tetapi masih juga merupakan penyebab efek rumah kaca.
Bila kita tetap saja berkeras kepala menjejalkan gas rumah kaca ke atmosfir, maka hasilnya tidak menutup kemungkinan terjadi perubahan iklim yang tak terduga, banyaknya angin ribut (angin topan), air laut akan merendam pulau-pulau berdaratan rendah, disamping munculnya padang pasir baru karena bumi yang semakin panas.
Tindakan nyata yang perlu dilakukan untuk menghindari bencana itu antara lain adalah dengan menggunakan energi secara lebih efisien, mengembangkan sumber energi baru yang aman, mencegah terjadinya kebakaran dan pengudulan hutan atau penebangan pohon secara besar-besaran, menanam pepohonan baru, menggalakan transportasi umum, dan lain-lainnya. Kalo perlu kampanye besar-besaran untuk mengurangi pengunaan traktor, disel, lemari es, kaleng semprot, AC (rumah dan kantor), dan lain-lainnya, dikumandangkan keplosok tanah air dan keseluruh negara. Susahnya hal semacam ini memang mudah untuk diucapkan tetapi sulit untuk diucapkan.
Negara-negara maju sering belaku tidak adil karena merekalah sebetulnya yang banyak menggunakan energi dan mengimpor kayu untuk kepentingan industri mereka, tetapi penyelamatan hutan tropis negara berkembang harus bertanggung jawab oleh negara pengembang itu sendiri.
Tapi Jika Indonesia akan menjadi negara maju, Indonesia harus tetap menyelamatkan lingkungannya yah :D.
Mari Jaga Kelestarian lingkungan sekitar Karena sekarang bumi sudah tua. Gampang terjangkit penyakit. ngomong-ngomong nih kalo Global warming sampai melelehkan seluruh gunung es di kutub, Indonesia bisa tenggelam loh.!! Mau hidup dimana kita. jika Indonesia tenggelam. Komodo mau dibawa kemana !! (kok komodo).
Quota saya si Manusia Ajaib : " 1 tree = 1 chance, 100.000.000 trees = 100.000.000 chance "
Salam Manusia Ajaib :D